Thursday, December 7, 2023

Ramadan Timbul di Bibir dan Puisi Lain Karya S. Rohmah

Lampu-lampu yang bergelantung di jalanan kota, sedang gigil dekapan tuannya.

Jalanan lenggang, deru mesin dan suara manusia lama tenggelam eksamen mimpi.

Emperan bekas tawar-menawar tadi pagi kosong tak berpenghuni.

Hanya corongan tua berdiri kokoh melantunkan ayat-ayat Qur’ani.

Pada suara beduk paling kaffah, segelintir manusia bersimpuh di rumah Tuhannya. Sisanya memenjarah di rumah-rumah. Kadang suara televisi tidak mau kalah, di tengah-tengah imam berkhutbah.  

Jantung kota tempat menghibur setiap diri, sudah tak kuasa membendung beban isolasi. Di akhir rakaat dua puluh tiga, sebait puisi cinta Sapardhi tidak akan bisa menandingi.

Ada yang pulang menemani sahur anak bini. Ada yang menyusur jalan lintas kereta api, hanya sekedar mudik. Resahnya membuat bulu menggelitik. Sebab ditahan paksa tak bisa sayonara.

Bocah-bocah menyembulkan songkok dan tudungnya yang timbul. Mereka tak mau kalah pun pasrah. Menyasar ibrah nabi.

Sedang aku, masih merangkak. Mengeja malam pertama. Terpasung di sudut langit. Pada ramadan merampai timbul di bibir.s

Situbondo, 24 April 2020

Setangkup Kolak dan Air Mata

/1/

Gus,

Sebelum kita saling menunggu kereta pada pemberangkatanmu ke kota.

Sebelum peron itu menjelma tugu penantian, pun lagu nahawanmu di setiap ramadan yang menjelma air mata.

Masih ingatkah kau, kita saling bercanda dengan senja sambil menunggu waktu berbuka.

Pada setangkup kolak manis bikinan umimu, kita saling memulung senyum hingga suapan terakhir.

/2/

Rupanya waktu mengajak berkucing-kucingan dengan kita. Kau masih saja tak kunjung kembali dengan dalih utlubul ilmi.

Tenang saja, aku masih kuasa membendung sungai air mata di kedua bohlam pipi umimu sebab bujangnya tak kuasa ambil alih.

Baca juga :  Estetika dalam Puisi, Sebuah Kajian Mendalam

Situbondo, 2 Mei 2020

Setangkup Kolak dan Air Mata(2)

Malam ke tujuh belas.

Satu pesan pun belum sudi kau balas, Gus.

Berkali-kali patrolan itu lewat. Berisyarat pada kursi meja makan menunggu kepulangan tuannya.

Di setangkup kolak bikinan umimu, tersimpan rindu paling akbar.

Pun pada kuahnya tercampur air mata. Hingga hambar.

– Selepas Sahuur; Mei 2020

Reuni

Duhai Allah, aku tidak bisa memilih bahasa cinta dengan seribu kalimat diam.
Duhai Allah, kangen yang muncul pada getir kehampaan dada ini telah menemukan titiknya dimalam minggu lalu. Pura-pura aku mendinginkannya dikesempatan-kesempatan yang Alpa.
Duhai Allah, tidak pantas aku terlalu merengek cinta untuk matahariku di timur pulau jawa ini.
Duhai Allah, sampaikanlah dengan tenang. Bisikkan pada telinganya dengan lembut dan menuntun sembuh pada sesakitnya yang diderita. Aku menyayanginya; tanpa pura-pura.

Besuki; Februari 2022


Sitti Rohmah, lahir di tanah Situbondo, 17 Juli 1999. Dapat ditemui di Fakultas Ilmu Budaya Unej. Mahasiswa yang berusaha menyelesaikan studi S1-nya. Berani bertaruh, dan suka memilin air mata saat hujan bersila. Dapat ngobrol dengannya di kios kopi angkringan kecil pinggir jalan atau kalau malu, bisa chatt di via WA: 082232113662, atau kalau tambah malu lagi, sila gmail: sittirohmah17@gmail.com. Salam Literasi !

Comment
Website | + posts
Gubuk Inspirasi
Gubuk Inspirasihttps://gubukinspirasi.com/
Gubuk Inspirasi adalah portal daring dengan update tulisan harian. Berisi berbagai berita, tulisan dan ide hangat serta ringan nan menarik untuk menemani hari-harimu. Kirimkan tulisan dan karyamu ke redaksi kami melalui form kirim tulisan yang tersedia atau melalui admin@gubukinspirasi.com

Related Articles

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

Terpopuler

Verified by MonsterInsights