Probolinggo, Gubukinspirasi – Pengurus Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) Rayon Nusantara (RANUS) Komisariat Universitas Nurul Jadid (UNUJA) Probolinggo, adakan webinar kaderisasi dalam rangka memperingati hari lahir ke-16 Ranus, Sabtu, 16 April 2022.
Harlah ke-16 PMII RANUS dilaksanakan secara online via google meet yang bertajuk “Transformasi Kaderisasi; Tingkatkan Kemandirian dan Daya Saing Kader”. Menurut Siti Waqiatul Hasanah, pelaksanaan harlah kali ini diadakan untuk menjadi pondasi supaya kepengurusan rayon lebih bersinergi dalam melanjutkan pola kaderisasinya.
“Tema harlah ini kami sepakati untuk menjadi pelecut dan bekal supaya kepengurusan rayon lebih baik kedepannya,” jelas Waqiatul.
Webinar kaderisasi ini mendatangkan Yatimul Ainun, pemimpin redaksi Timesindonesia.co.id. Sahabat Yatim menyampaikan bahwa ia merupakan alumni dari Rayon Nusantara, bahkan juga pernah menjadi ketua komisariat. Menurutnya, dari hasil kerja keras dan kekompakan anggotanya, ia berhasil mendirikan rayon demi rayon.
“Rayon di Nurul Jadid itu ada ketika saya menjadi ketua komisariat. Saya berjanji pada waktu itu, tidak akan lepas jabatan sebelum rayon-rayon terbentuk. Alhamdulillah, adanya kekompakan dari sahabat-sahabat saya, rayon-rayon berhasil didirikan, mulai dari Nusantara, Asghar Ali Engineer, dan Al-Wahid,” tegas Yatim.
Pria kelahiran Sumenep ini menceritakan banyak hal terkait bagaimana proses kaderisasi di PMII pada zamannya. Ia mengungkapkan, bahwa selain kaderisasi formal di PMII, juga kental dengan kajian-kajian filsafat, kajian fakultatif, selain juga memahami Nilai Dasar Pegerakan (NDP) dan analisis sosial.
“Jangan bermimpi dan jangan sekali-kali menjadi aktivis, kalau hanya sekedarnya saja. Sia-sia, banyak waktu terbuang. Sekali menjadi aktivis, maka harus all out, baik di sektor gerakan maupun kajian,” jelasnya.
Dalam pandangan sahabat Yatim, kader PMII yang benar-benar serius untuk melakukan perjuangan, menginginkan eksistensi yang bersifat duniawi, akhirat maupun keduanya, harus dengan bekal keilmuan. Menurutnya, mediasinya adalah dengan belajar, membaca buku, dan berdiskusi.
“Kalau itu tidak diambil, ya gk bisa, kita hanya akan menjadi pengikut saja, tidak punya konsep, tidak matang dalam analisis dan kajian. Dan itu penting,” tegasnya.
Pria yang tinggal di Malang ini menegaskan kepada semua kader, terutama yang berada di struktural, untuk memahami level-level kaderisasi yang ditempuh. Menurutnya, setiap kader harus memahami ritme kaderisasi, tidak boleh ada seorangpun yang mengerdilkan proses kaderisasi.
“Kalau di rayon itu, fokus pada persoalan penetapan SDM, kajian, kemampuan individu, karena akan menjadi kader militan yang siap distribusi ke komisariat. Maka saya tidak pernah setuju kalau saya harus diundang dan ngisi PKD, apalagi MAPABA. Hal ini bukan persoalan marwah, kebanggaan ngisi kajian, tetapi persoalan kaderisasi yang nantinya tidak berjalan maksimal,” katanya.
Dalam mengawal proses kaderisasi yang fleksibel, Yatim selalu berpesan supaya tingkatan kepengurusan, mulai dari rayon sampai pengurus besar, harus sudah mampu mengelola website. Menurutnya, kader PMII harus menerapkan tiga konsep di era digitalisasi.
“Sebagai literasi dakwah, literasi gerakan. Kita tidak kehabisan konten, tinggal didesain yang menarik, dan sebarkan dengan kecepatan yang kita miliki,” pungkasnya.
Good