Wednesday, October 4, 2023

Estetika dalam Puisi, Sebuah Kajian Mendalam

Tulisan ini sebenarnya ditujukan untuk menjadi pembanding bagi tulisan sebelumnya yang berjudul Antara Estetika dan Makna Dalam Puisi. Demi memperkaya pengetahuan kita tentang Estetika.

Berbicara Estetika puisi, alangkah baiknya kita pertama membahas arti dari estetika. Secara etimologis, ‘estetika’ berasal dari bahasa latin yaitu ‘aestheticus’ atau bahasa Yunani ‘aestheticos’ yang berarti merasa.

Secara etimologis estetika dianggap sebagai hal-hal yang bisa diserap oleh panca indera manusia.

Dalam buku Seni Budaya Jawa dan Karawitan karya Arina Restian, dkk, pengertian estetika adalah ilmu atau filsafat yang mempelajari segala sesuatu tentang seni dan keindahan, serta bagaimana tanggapan manusia terhadapnya.

Sekarang, pertanyaannya, bagaimana Puisi dapat dikatakan estetik, atau bagaimana cara menilai estetika dalam puisi. Setidaknya dalam sastra kita, biasanya estetika merujuk kepada tiga teori, yaitu, estetika harmoni, estetika deviasi dan estetika emansipatori.

Estetika Harmoni

Puisi masih terikat oleh estetika pantun. kesesuaian rima menjadi poin penting. Biasanya bentuk puisi yang semacam ini sering kita temui dalam puisi Modern dekade 20-30-an. Seperti yang kita temukan dalam puisinya Rustam Effendi. yakni Bebasari (1924) dan Pertjikan Permenungan (1925).

Dalam dua karyanya tersebut, Rustam Effendi berniat untuk membebaskan karyanya dari syarat-syarat seloka lama maupun syair. Namun dia tidak bisa melepas harmonisasi pantun. sehingga hasilnya adalah karyanya yang tidak terikat seperti seloka lama namun tetap konsekuen dengan lampiran.

Estetika Deviasi

Dalam tinjauan estetika deviasi, keindahan karya tidak terletak pada unsur rima. namun lebih kepada makna. bentuk-bentuk puisi yang demikian bisa kita lihat pada karya-karya dekade 40-60-an. Seperti Chairil Anwar. Dalam karyanya, bisa kita lihat ketiadaan konskuen dalam rima, namun tetap memiliki makna yang indah nan dalam. Seperti dalam puisinya yang berjudul ‘Aku’.

Baca juga :  Sembilan Delapan

Pemikiran estetika puisi Chairil dinyatakan eksplisit dalam teks pidato radio -Membuat Sajak Melihat Lukisan-. Antara lain dinyatakan bahwa dalam penciptaan sajak yang dipentingkan adalah perasaan atau emosi si penyair dan cara mengungkapnya secara istimewa. Bagi Chairil, kebagusan sebuah sajak tidaklah harus didasarkan atas suatu atau beberapa dari perkakas bahasa, tetapi harus didasarkan atas kerjasama dengan perhubungannya yang sama dengan pokok (Jassin, l978:157).

Estetika Emansipatori

Karya seni tidak hanya produk yang ada untuk dinikmati. Seni harus membawa kepada perubahan tatanan sosial yang lebih baik. Gerakan seni ini muncul di Indonesia sekitar dekade 70-an.

Menurut Arthur Danto dan George Dickie, sebuah benda dapat dikatakan karya seni apabila diakui demikian oleh konsensus di kalangan publik seni. Dari sini kita bisa melihat adanya polarisasi hubungan antara seni dan realita.

Puisi dinilai secara pragmatik. Indah atau tidaknya, dilihat dari bagaimana hubungan karya tersebut dengan realita yang ada. Karena karya sastra haruslah membawa hal baru kepada pembaca, baik berupa sensai, kesadaran dan sebagainya.

Dari telaah diatas, dapat kita simpulkan bahwa estetika puisi tidak hanya sebatas pada keindahan kata. Tidak pula hanya pada makna. Estetika adalah bahasa yang terlalu umum untuk dijadikan penilaian bahasa puisi. (*)

Comment
Website | + posts
Gubuk Inspirasi
Gubuk Inspirasihttps://gubukinspirasi.com/
Gubuk Inspirasi adalah portal daring dengan update tulisan harian. Berisi berbagai berita, tulisan dan ide hangat serta ringan nan menarik untuk menemani hari-harimu. Kirimkan tulisan dan karyamu ke redaksi kami melalui form kirim tulisan yang tersedia atau melalui admin@gubukinspirasi.com

Related Articles

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

Terpopuler

Verified by MonsterInsights